MAKALAH SEKOLAH PENGGERAK PEMBELAJARAN ABAD 21 MENYONGSONG MERDEKA BELAJAR


SEKOLAH PENGGERAK PEMBELAJARAN ABAD 21 MENYONGSONG MERDEKA BELAJAR
Oleh
Hardian Ashari
Widyaiswara Ahli Madya

BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Salah satu ciri Kurikulum 2013 adalah integrasi penguatan karakter peserta didik dalam pembelajaran melalui kegiatan penguatan pendidikan karakter berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. Selain itu, melalui implementasi Kurikulum 2013 juga dikehendaki adanya peningkatan kemampuan literasi dalam berbagai aspeknya, serta penerapan pembelajaran dan penilaian yang berorientasi keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skill) atau yang lebih dikenal dengan istilah HOTS. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu lulusan agar memiliki kecakapan abad 21. Pemerintah mengharapkan pembelajaran mulai dari sekolah dasar telah menerapkan unsur-unsur kecakapan Abad 21 yang  mencakup kemampuan berpikir kritis (criticial thinking), kreatif (creative), kemampuan berkomunikasi (communicative), kemampuan bekerjasama (collaborative) dan memiliki kepercayaan diri (confidence). 
Kelima hal yang disampaikan pemerintah yang menjadi target kompetensi dan karakter peserta didik tersebut  selain harus terwujud dalam proses pembelajaran juga harus melekat pada sistem evaluasinya.  Hal tersebut menuntut perubahan pada mindset  guru dalam pembelajaran, antara lain pembelajaran dituntut untuk berorientasi ke masa depan,berpusat pada peserta didik(student centered),  perubahan orientasi dari teaching ke learning, dan berbasis pada kompetensi (competency based).
Hal ini sejalan dengan konsep Merdeka Belajar yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, dimana dikatakan bahwa proses pendidikan harus didasari dengan kemerdekaan berpikir, yang diawali dari guru dan diturunkan kepada siswa. Guru harus didorong untuk mampu melakukan interpretasi terhadap kurikulum, merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas dan terbebas dari belenggu administrasi, merefleksi,  dan mengevaluasi capaian dari proses pembelajaran yang dilakukan. Sehingga diharapkan melalui program pembinaan ini, sekolah akan lebih siap menghadapi perubahan sistem ujian untuk kelulusan siswa yang nantinya akan dilakukan melalui Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.
1.2  Rumusan Masalah
a. Apakah yang di maksud dengan sekolah penggerak pembelajaran abad 21
b. Bagaimana penyelenggaraan pembelajaran abad 21 kaitannya dengan merdeka belajar
1.3  Tujuan
1. Memberikan pemahaman tentang pembelajaran abad 21
2. Memberikan deskripsi penyelenggaraan  pembelajaran yang dilakukan sekolah penggerak Pembelajaran Abad 21 menyongsong merdeka belajar

BAB II. PEMBAHASAN
a. Konsep Sekolah Penggerak dan Merdeka Belajar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, dalam menjawab tantangan di masa depan, SDM pendidikan perlu dibekali dengan beberapa kompetensi, yaitu kreativitas, kolaborasi, komunikasi, pemikiran kritis, kemampuan berlogika, dan kepedulian terhadap sesama. Menurutnya, prinsip kepemimpinan 2.0 adalah bagaimana pemimpin bisa menciptakan suatu lingkungan yang aman bagi bawahannya dalam mencetuskan gagasan, mengkritik atasan, dan mencoba suatu hal yang baru dengan kemungkinan gagal.
Guru dan kepala sekolah adalah seorang penggerak, benchmark, dan tolok ukur (Mendikbud, Nadiem Makarim, 2019) masih menurutnya, guru-guru penggerak adalah mereka yang punya metode mengajar yang berbeda dari biasanya. Mereka fokus pada bagaimana membuat pembelajaran terasa lebih menyenangkan. Mereka keluar dari rutinitas dan melakukan gaya pembelajaran baru.
  Kepala sekolah selaku pemangku kepentingan di sekolah hendaknya bisa menjadi penggerak di sekolah yang dia pimpin dengan cara mencari satu guru penggerak, lindungi, dukung, dan berikan dia kewenangan perubahan yang dia inginkan.  Dia coba metode baru, ada teknik baru yang lain dari biasanya tapi tidak diberikan apresiasi, berikan dia percaya diri.  Guru diberi kebebasan dan kepercayaan diri untuk melaksnakan tugasnya.
Merdeka belajar adalah kebijak yang di keluarkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim,  untuk memerdekakan sistem pengajaran kita dan memerdekakan siswa-siswi kita, mulai dari bawah. Gagasan tentang Merdeka Belajar ini berangkat dari keresahan siswa, orang tua, hingga tenaga pendidik atas pelaksanaan UN selama ini. Ada empat poin yang hendak diatur dalam kebijakan tersebut, yaitu, penilaian terkait Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN), perubahan sistem UN, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan yang terakhir penerapan sistem zonasi yang lebih fleksibel.

b. Pembelajaran abad 21 
Sejak munculnya gerakan global yang menyerukan model pembelajaran baru untuk abad ke-21, telah berkembang pendapat bahwa pendidikan formal harus diubah. Perubahan ini penting untuk memunculkan bentuk-bentuk pembelajaran baru yang dibutuhkan dalam mengatasi tantangan global yang kompleks. Identifikasi kompetensi siswa yang perlu dikembangkan merupakan hal yang sangat penting untuk menghadapi abad ke-21. Pendekatan tradisional yang menekankan pada hafalan atau penerapan prosedur sederhana tidak akan mengembangkan keterampilan berpikir kritis atau kemandirian siswa. Setiap individu harus terlibat dalam pembelajaran berbasis inkuiri yang bermakna, memiliki nilai kebenaran dan relevansi, untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang mereka perlukan (Barron and Darling-Hammond, 2008). 
Setiap siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda, sehingga guru ditantang untuk menemukan cara membantu semua siswa belajar secara efektif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat bentuk-bentuk pedagogi yang secara konsisten lebih berhasil dari yang lain dalam membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang keterampilan abad ke-21.
Pedagogi yang dimaksud termasuk strategi pembelajaran pribadi, pembelajaran kolaboratif dan pembelajaran informal, seperti yang dinyatakan oleh Scott (2015c) dari berbagai referensi. 
Siswa harus mengasah keterampilan dan meningkatkan belajar untuk dapat mengatasi tantangan global, seperti keterampilan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi secara efektif, berinovasi dan memecahkan masalah melalui negosiasi dan kolaborasi. Namun demikian, dari sisi pedagogi belum disesuaikan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Model pembelajaran 'transmisi' masih dominan dalam pendidikan di berbagai belahan dunia (Saavedra dan Opfer, 2012). Model 'transmisi' tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan abad ke-21. Pembelajaran semacam ini biasanya mengarah kepada ketidakpedulian, sikap apatis dan kebosanan. Sebaliknya, siswa harus belajar berinteraksi dengan guru dan teman sebaya, berlatih menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang baru diperoleh, berbagi dengan teman-temannya melalui kolaborasi yang dirancang untuk mendukung setiap individu dalam beradaptasi terhadap masalah baru dan kontekstual. Tanpa kesempatan untuk berlatih dan menerapkan pengetahuan baru dalam berbagai konteks, adaptasi dan integrasi pengetahuan baru tidak akan tercapai dan akan melumpuhkan kreativitas. Meskipun secara umum diakui bahwa kompetensi dan keterampilan abad ke-21 yang kompleks dan menantang untuk dipelajari, namun bahwa siswa tidak mengembangkannya kecuali mereka secara eksplisit diajarkan. Saavedra dan Opfer (2012) menyatakan bahwa bahwa kompetensi dan keterampilan yang kompleks tersebut harus dikembangkan terpadu dengan pembelajaran dan bukan dengan pembelajaran tersendiri. 
Di antara ragam kompetensi dan keterampilan yang diharapkan berkembang pada siswa sehingga perlu diajarkan pada siswa di abad ke-21 di antaranya adalah personalisasi, kolaborasi, komunikasi, pembelajaran informal, produktivitas dan content creation. Elemen tersebut juga merupakan kunci dari visi keseluruhan pembelajaran abad ke-21. Dunia kerja juga sangat memerlukan keterampilan personal (memiliki inisiatif, keuletan, tanggung jawab, berani mengambil resiko, dan kreatif), keterampilan sosial (bekerja dalam tim, memiliki jejaring, memiliki empati dan rasa belas kasih), serta keterampilan belajar (mengelola, mengorganisir, keterampilan metakognitif, dan tidak mudah patah semangat atau merubah persepsi/sudut pandang dalam menghadapi kegagalan).

c. Implementasi kegiatan sekolah penggerak pembelajaran abad 21
Implementasi kegiatan Sekolah Penggerak Pembelajaran Abad 21 yaitu Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Literasi dan Pembelajaran Berorientasi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS). Lebih rinci kegiatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penguatan Pendidikan Karakter
Aspek penguatan pendidikan karakter meliputi:
a. Pendidikan Karakter berbasis kelas
Mengintegrasikan proses pembelajaran di dalam kelas melalui isi kurikulum dalam mata pelajaran, baik itu secara tematik maupun terintegrasi dalam mata pelajaran.
Memperkuat manajemen kelas, pilihan metodologi, dan evaluasi pengajaran.
Mengembangkan muatan lokal sesuai dengan kebutuhan daerah.
b. Pendidkan karakter berbasis budaya sekolah
Menekankan pada pembiasaan nilai-nilai utama dalam keseharian sekolah.
Menonjolkan keteladanan orang dewasa di lingkungan pendidikan.
Melibatkan seluruh ekosistem pendidikan di sekolah.
Mengembangkan dan memberi ruang yang luas pada segenap potensi siswa melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.
Memberdayakan manajemen dan tata kelola sekolah.
Mempertimbangkan norma, peraturan, dan tradisi sekolah.
c. Pendidikan karakter berbasis Masyarakat
Memperkuat peranan Komite Sekolah dan orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan.
Melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan sebagai sumber pembelajaran seperti keberadaan dan dukungan pegiat seni dan budaya, tokoh masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri.
Mensinergikan implementasi PPK dengan berbagai program yang ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, dan LSM.
Mensinkronkan program dan kegiatan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, kementerian dan lembaga pemerintahan, dan masyarakat pada umumnya

2. Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
Pada dasarnya ada tiga kegiatan pelaksanaan GLS yang akan dibina di sekolah, yaitu 1) Kegiatan Pembiasan melalui pembiasaan penumbuhan budaya literasi dan minat baca di sekolah, 2) Kegiatan Pengembangan melalui Pengembangan kecakapan literasi melalui kegiatan non akademik (ekstrakurikuler) dan 3) Kegiatan Pembelajaran melalui strategi literasi.

3. Pembelajaran Berorientasi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)
Aspek pembinaan dalam kegiatan pembelajaran berorientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) adalah sebagai berikut.
Penyusunan perangkat pembelajaran berorientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi yang meliputi:
a. Penyusunan Prota dan Promes
b. Analisis SKL, KI, dan KD
c. Perumusan indikator pencapaian kompetensi (IPK)
d. Pemilihan model pembelajaran inovatif
e. Menyusun penilaian berorientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
f. Pelaksanaan pembelajaran di kelas
g. Analisis hasil pembelajaran di kelas
h. Tindak lanjut hasil analisis pembelajaran di kelas.

BAB III. PENUTUP
Dengan adanya Sekolah penggerak pembelajaran abad 21 menyongsong merdeka belajar melalui kegiatan penguatan pendidikan karakter berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat, literasi sekolah dalam berbagai aspeknya, serta penerapan pembelajaran dan penilaian yang berorientasi keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skill) atau yang lebih dikenal dengan istilah HOTS. Diharapkan agar sekolah penggerak tersebut dapat meningkatkan mutu lulusan yang memiliki kecakapan abad 21 yang  mencakup kemampuan berpikir kritis (criticial thinking), kreatif (creative), kemampuan berkomunikasi (communicative), kemampuan bekerjasama (collaborative) dan memiliki kepercayaan diri (confidence). 
Besar harapan sekolah penggerak ini juga dapat mendukung konsep Merdeka Belajar yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, dimana dikatakan bahwa proses pendidikan harus didasari dengan kemerdekaan berpikir, yang diawali dari guru dan diturunkan kepada siswa. Dimana guru didukung untuk mampu melakukan interpretasi terhadap kurikulum, merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas dan terbebas dari belenggu administrasi, merefleksi,  dan mengevaluasi capaian dari proses pembelajaran yang dilakukan. Sehingga diharapkan melalui sekolah penggerak pembelajaran abad 21 ini, sekolah akan lebih siap menghadapi perubahan sistem ujian untuk kelulusan siswa yang nantinya akan dilakukan melalui Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.

DAFTAR PUSTAKA

Nadiem Makarim, 2019. Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah Tahun 2019 tema “Innovative School Leadership to Improve Student Learning and Wellbeing”.Jakarta, (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/guru-dan-kepala-sekolah-harus-inovatif-sebagai-penggerak).

Kemendikbud, 2018. Strategi Literasi Dalam Pembelajaran Di Sekolah Dasar, Jakarta

Paradigma Pendidikan Indonesia Abad 21(http://teoribagus.com/paradigma-pendidikan-indonesia-abad-21)

Dantes, Nyoman. 2007. Perspektif dan Kebijakan Pendidikan Menghadapi Tantangan Global. Suatu Keharusan Peningkatan Profesionalisme Guru. (Makalah : Disampaikan dalam Seminar Peningkatan Mutu dan Profesionalisme Guru SMK Negeri 1 Denpasar)








Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUATAN KOMPETENSI PEMBELAJARAN ABAD 21 MELALUI PENGINTEGRASIAN LITERASI DALAM PEMBELAJARAN